top of page
Search
  • Writer's pictureBaramoeda

Can Organic Farming Delay Earth Overshoot Day

by: Steven Setiawan


Beberapa hari lalu, tepatnya pada tanggal 22 Agustus 2020, berbagai media internasional memberitakan bahwa tanggal tersebut adalah Earth Overshoot Day (EOD) untuk tahun 2020 (Braun, 2020). EOD adalah hari di mana manusia telah melampaui kapasitas hayati dari bumi untuk menghasilkan sumber daya yang digunakan oleh manusia. Dapat dikatakan bahwa sejak tanggal tersebut, manusia menggunakan cadangan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk generasi yang akan datang.


Terdapat kabar baik dan kabar buruk dari berita ini. Kabar baiknya adalah EOD 2020 tiga minggu lebih lambat dibandingkan tahun 2019. Kabar buruknya adalah perubahan ini tidak disebabkan oleh perubahan perilaku manusia secara holistik, tetapi karena pandemi COVID – 19 yang menyebabkan melambatnya aktivitas seluruh manusia. Perubahan seperti ini bukanlah perubahan yang berkelanjutan sehingga kita tetap perlu untuk melakukan perubahan yang besar terhadap bagaimana kita bertindak sebagai penumpang dari Bumi ini.

Salah satu indikator dari EOD adalah emisi gas rumah kaca, sehingga tindakan mengurangi gas rumah kaca dapat membantu EOD untuk lebih lambat tercapai. Russell (2014) mengatakan bahwa sektor agrikultur menjadi sektor kedua terbesar penghasil gas rumah kaca setelah sektor energi (mencakup transportasi dan proses menghasilkan energi). Tetapi, jika kita meninjau rantai suplai dari sistem agrikultur, kita akan menemukan bahwa sistem agrikultur juga menggunakan transportasi dan energi, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem agrikultur menjadi kontributor terbesar dari emisi gas rumah kaca. Russell (2014) juga mengatakan bahwa penambahan pupuk sintetik pada tanah, pembakaran lahan, dan penggunaan bahan bakar pada lahan pertanian berkontribusi terhadap gas rumah kaca sektor agrikultur. Solusi yang diusulkan Russell (2014) adalah manajemen pupuk di bidang suplai dan mengurangi hasil panen yang terbuang.


Pertanian organik menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dari sektor agrikultur. FAO (2015) mendefinisikan agrikultur organik sebagai sistem manajemen produksi yang terintegrasi yang mendukung dan meningkatkan kesehatan ekosistem pertanian, yang mencakup biodiversitas, siklus biologis, dan aktivitas biologis dari tanah. Pertanian organik ada di dalam prinsip agrikultur organik. Dokumen tersebut juga menyatakan bahwa penggunaan pupuk non sintetis, perbaikan struktur tanah, dan penggunaan rencana rotasi tanaman pertanian adalah aturan dasar dari pertanian organik.


Selain itu, teknik pertanian organik baru dapat dikatakan berkelanjutan ekologis jika dapat meningkatkan keanekaragaman hayati lewat kontrol alami terhadap hama, daur ulang nutrien, penggunaan energi terbarukan, melakukan rotasi tanaman panen, mencegah erosi tanah, dan meningkatkan kesuburan tanah. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, pengelolaan limbah pertanian dan pasca panen berperan besar dalam pertanian organik.


World Bank (2018) mengatakan bahwa 44% dari sampah dunia adalah sampah organik dan FAO (2011) mengatakan bahwa jika sampah organik di seluruh dunia dianggap sebagai suatu negara, negara tersebut akan menjadi negara ketiga tertinggi dalam emisi gas rumah kaca, hanya di bawah Tiongkok dan Amerika Serikat. Jika sampah organik dapat dikelola untuk menjadi pupuk, sebagian dari emisi gas rumah kaca dapat berkurang dan dengan demikian berperan dalam usaha pengurangan gas rumah kaca lewat pertanian organik.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem pertanian organik dapat berperan dalam mengurangi gas rumah kaca, sehingga EOD dapat diperlambat. Sebagai konsumen, kita pun dapat berperan dengan membeli produk pertanian organik dan membeli produk lokal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Usaha untuk melambatkan hari tercapainya EOD tidak hanya menjadi tanggung jawab petani, tetapi juga tanggung jawab seluruh manusia di Bumi ini.


Sebagai penutup, penulis mengajak para pembaca untuk merenungkan peribahasa kepercayaan Indian di bawah ini dan merefleksikan apakah para pembaca akan tetap diam atau bertindak, seperti para petani yang telah mengusahakan pertanian organik.

“Only when the last tree has died and the last river been poisoned and the last fish been caught will we realise we cannot eat money.”

DAFTAR PUSTAKA

Braun, S. 2020. Coronavirus pandemic delays Earth Overshoot Day by three weeks. https://www.dw.com/en/coronavirus-pandemic-delays-earth-overshoot-day-by-three-weeks/a-54572459, dikunjungi tanggal 23 Agustus 2020 pukul 21.31 WIB.


FAO. 2011. Food wastage footprint & Climate Change. http://www.fao.org/3/a-bb144e.pdf, dikunjungi tanggal 8 Maret 2020 pukul 20.30 WIB.

___. 2015. Training Manual for Organic Agriculture. http://www.fao.org/fileadmin/templates/nr/sustainability_pathways/docs/Compilation_techniques_organic_agriculture_rev.pdf, dikunjungi tanggal 24 Agustus 2020 pukul 08.55 WIB.


Russell, S. 2014. Everything You Need to Know About Agricultural Emissions. https://www.wri.org/blog/2014/05/everything-you-need-know-about-agricultural-emissions#:~:text=Most%20farm%2Drelated%20emissions%20come,percent%20of%20agricultural%20emissions%20globally., dikunjungi tanggal 24 Agustus 2020 pukul 08.40 WIB.


World Bank. 2018. What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050. Washington: The World Bank.






7 views0 comments
Post: Blog2_Post
bottom of page