top of page
Search
  • Writer's pictureBaramoeda

Keuangan Berkelanjutan, Cara Lain Menyelamatkan Bumi

Oleh: Abhista Sarwabhaswara


Tau gak sih cara menyayangi penyu-penyu kesayanganmu di Laut bukan hanya dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai? Sebagian orang, mungkin, menganggap bahwa menyelamatkan bumi hanya bisa dilakukan melalui aksi yang berdampak langsung (direct impact). Misalnya mengurangi penggunaan kertas, meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi penggunaan bahan kimia yang membahayakan lingkungan, dan lain sebagainya. Padahal ada satu aksi lagi yang bisa dilakukan umat manusia untuk menyelamatkan bumi – dan penyu-penyu di Laut.

Aksi ini berbeda dengan aksi sebelumnya yang berdampak langsung. Aksi ini memiliki dampak tidak langsung (indirect impact) dalam menyelamatkan bumi. Disebut tidak langsung karena manfaatnya tidak dapat dirasakan saat itu juga. Gampangnya gini, konsep direct impact adalah tidak menggunakan 1 sedotan plastik = mengurangi 1 sedotan plastik di tempat sampah saat itu juga. Sedangkan indirect impact mendorong perusahaan sedotan plastik untuk menggunakan plastik daur ulang untuk produknya atau menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan yang dampaknya membutuhkan waktu (relatif) lebih panjang untuk dirasakan – Beda banget, kan?


Di Indonesia, dan juga global, sedang berkembang aksi dengan dampak tidak langsung yang diharapkan dapat menyelamatkan bumi, yaitu Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance). Keuangan Berkelanjutan adalah dukungan menyeluruh dari sektor jasa keuangan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.[1] Dengan kata lain, Keuangan Berkelanjutan merupakan suatu upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang disaat bersamaan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan serta memperhatikan aspek sosial dan tata kelola (LST).[2] Keuangan Berkelanjutan di Indonesia melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan juga didukung melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor (POJK) Nomor 51 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten, dan Perusahaan Publik, POJK Nomor 60 tahun 2017 tentang Obligasi Hijau, dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup.


1. Pilar Lingkungan


Penekanan pada pilar ini bertumpu pada bagaimana suatu pendanaan dan investasi mempertimbangkan risiko dan dampak yang dapat terjadi pada lingkungan. Spesifiknya, investor harus dapat memastikan bahwa perusahaan atau projek yang dibiayai tidak akan menurunkan kualitas lingkungan hidup, mempercepat perubahan iklim, tidak menghilangkan keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya. Isu yang berkembang dalam pilar ini seperti penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Energi Baru dan Terbarukan (EBT), polusi dan pencemaran lingkungan. Pilar ini sangat penting dalam membantu memastikan bahwa lingkungan yang dimanfaatkan akan tetap produktif kedepannya.


2. Pilar Sosial


Penekanan pada pilar ini menekankan pada Sumber Daya Manusia (SDM) secara luas. Dimana investor harus dapat memastikan bahwa perusahaan atau projek yang didanai tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan hal-hal yang dapat mengganggu kesejahteraan. Baik itu pada level karyawan atau buruh dan juga masyarakat setempat tempat perusahaan atau projek itu beroperasi. Isu yang menjadi perhatian di dalam pilar ini antara lain seperti HAM, kesehatan dan keamanan kerja, perpindahan komunitas, dan praktik perburuhan. Pilar ini berusaha mengakomodir dan memastikan para pekerja dan masyarakat setempat mendapatkan hak dan kesejahteraan yang layak.


3. Pilar Tata Kelola


Berbeda dari kedua pilar sebelumnya, pilar ini fokus pada internal suatu perusahaan yang juga dapat mempengaruhi pengejawantahan dari pilar lingkungan dan sosial. Pilar tata kelola menekankan pada transparansi perusahaan, tanggung jawab perusahaan terhadap keberlanjutan, peninjauan terhadap kebijakan, dan lain sebagainya. Adapun isu yang terkandung di dalam pilar ini seperti korupsi dan suap, reputasi, dan efektivitas manajemen. Pilar ini merupakan fondasi dari dua pilar lainnya agar kedua pilar tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.


Keuangan berkelanjutan sebagai konsep yang menggabungkan antara keberlanjutan dengan pembiayaan dan aktivitas investasi, dapat berperan penting dalam membantu pemerintah mencapai target-target di dalam komitmen internasional seperti Sustainable Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement. Dengan kata lain, hadirnya keuangan berkelanjutan turut berperan pada transisi ekonomi konservatif (Business as Usual) menjadi sustainable economy/ low carbon development growth. Bentuk perekonomian baru ini penting untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari dan menjamin kesejahteraan komunitas yang terhubung dengan suatu perusahaan atau projek dengan tetap memberikan keuntungan secara ekonomi.


Pada hakikatnya, suatu perekonomian perlu berjalan dengan mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan. Perekonomian yang bergerak mengikuti aspek-aspek keberlanjutan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru, memperluas pasar, dan sekaligus menjaga ekosistem yang merupakan penopang ekonomi. Baik investor maupun perusahaan berperan dalam menjamin modal alam yang dimanfaatkan untuk tetap dapat dimanfaatkan oleh anak-cucu di masa yang akan datang. Alam adalah modal, manusia adalah penggerak, dan perekonomian mengoptimalkan keduanya. Ketiganya harus saling terintegrasi dan menjaga, kehilangan satu aspek saja berimplikasi pada keruntuhan seluruh rantai keberlanjutan. Maka dari itu, dalam menyongsong masa depan yang lebih berkelanjutan, aspek People, Profit, Planet (3P) perlu kita terapkan dan jaga integrasi dan eksistensinya.

[1] Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.51 tahun 2017 [2] European Union. Overview. https://ec.europa.eu/info/business-economy-euro/banking-and-finance/sustainable-finance_en


74 views0 comments
Post: Blog2_Post
bottom of page